Oleh Tajuddin Noor Ganie, M.Pd
Sejak kecil aku sudah akrab dengan lingkungan pendulangan intan. Kampung Guntung Lua, tempat tinggalku pada tahun 1969-1979, merupakan salah satu lokasi pendulangan intan yang terbilang penting di kota Banjarbaru.
Kampung Guntung Lua terletak di tepi sungai Kemuning. Para pendulang intan yang aktif bekerja pada kurun waktu 1970-an pasti mempunyai kenangan tersendiri atas sungai Kemuning. Hal ini mengingat di tepi kiri dan kanan sungai Kemuning inilah mereka dulu bekerja mendulang intan.
Lokasi pendulangan intan di kota Banjarbaru ketika itu terbentang sepanjang dua kilometer. Mulai dari kampung Karamunting di hulu sampai ke kampung Guntung Lua di hilir. Terkait dengan aktifitas pendulangan intan di sepanjang tepi kiri dan kanannya inilah maka air sungai Kemuning selalu keruh sepanjang hari. Uniknya, hingga sekarang air sungai Kemuning masih tetap keruh. Padahal, sudah puluhan tahun kegiatan pendulangan intan tidak lagi dilakukan orang di sini.
Aku memulai karierku sebagai pendulang intan sejak tahun 1970. Usiaku ketika itu baru 12 tahun. Aku lahir di Banjarmasin pada tahun 1958. Namun sejak tahun 1960 aku sudah diboyong orang tuaku pindah ke kota Banjarbaru.
Mula-mula aku ikut ayahku mendulang intan di kampung Guntung Lua tak jauh dari rumahku. Aku dan kakakku bertugas membawa batu dulangan dari tumpukannya di sekitar lokasi lubang galian ke lokasi pencuciannya di tepi sungai. Batu dulangan itu kami masukan ke dalam bakul purun lalu kami panggul sebakul demi sebakul ke lokasi pencuciannya. Jarak yang harus kami tempuh cukup jauh, sekitar 200 meter.
Aku masih ingat, aku ketika itu sering ditegur ayahku karena selalu berkacak pinggang. Sekali waktu aku bahkan ditimpuk orang dengan sebutir batu kerikil oleh seorang pendulang intan lain yang marah karena aku bersiul-siul di lokasi pendulangan intan.Belakangan barulah aku mengetahui jika berkacak pinggang dan bersiul-siul di lokasi pendulangan intan sangat tabu dilakukan.
Para pendulang intan membayangkan intan yang sedang mereka cari dengan susah payah itu ditaburkan oleh para gadis yang berasal dari alam gaib bawah tanah (bahasa Banjar alam subalah). Dua di antara gadis penabur intan itu konon bernama Siti Anggani dan Putri Sahanjani.
Siang hari, ketika para pendulang intan sedang asyik bekerja, Siti Anggani, Putri Sahanjani, dan kawan-kawannya yang lain bekerja menaburkan butiran intan ke dalam lubang pendulangan yang sedang digali orang. Siti Anggani, Putri Hanjani dan kawan-kawan itu konon mondar-mandir kian ke mari dari lubang yang satu ke lubang yang lain. Mereka memilih lubang yang layak untuk ditaburi intan. Pemilik lubang yang mereka pilih untuk ditaburi intan adalah pendulang intan yang mereka nilai paling tertib. Dalam hal ini pendulang intan yang tidak pernah melanggar tabu-tabu yang berlaku. Konon, para gadis dari alam gaib yang bertugas menaburkan butiran intan ke dalam lubang galian itu akan segera lari bertemperasan begitu melihat ada orang berdiri sambil berkacak pinggang atau mendengar suara siulan.
Rupa-rupanya, karena itulah maka ada pendulang intan lain yang tanpa segan-segan menimpukku dengan batu kerikil begitu mengetahui akulah orang yang bersiul di lokasi pendulangan intan. Aku dengan refleks menoleh ke arah orang yang menimpukku. Orang itu menyeringai sambil memberi isyarat agar aku berhenti bersiul dengan cara menyilangkan jari telunjuk ke bibirnya. Tidak hanya itu, orang itu juga mengirimkan isyarat bernada ancaman, ia mengacungkan tinjunya ke arahku. Aku jadi keder, nyaliku langsung ciut karena para pendulang intan lainnya sepertinya berpihak kepada orang itu. Untunglah, ayahku tidak menyaksikan adegan panas itu, karena beliau ketika itu tengah berada di dalam lubang pendulangan. Beliau sedang asyik mengeruki batu dulangan yang menilik dari warna dan bentuk fisiknya diduga mengandung banyak intan.
Semakin lama bekerja sebagai pendulang intan semakin banyak pula informasi mengenai pantangan-pantangan yang tabu dilakukan di lokasi pendulangan intan. Setidak-tidaknya ada 21 pantangan yang sempat kucatat ketika itu.
BERKACAK PINGGANG
Berkacak pinggang tabu dilakukan di lokasi pendulangan intan karena bagi para gadis dari alam gaib tsb (Siti Anggani, Putri Hanjani, dan kawan-kawannya), berkacak pinggang dianggap sebagai perilaku baru yang mencerminkan bahwa pelakunya adalah seorang yang sombong.
BERSIUL-SIUL
Bersiul-siul tabu dilakukan di lokasi pendulangan intan karena para gadis dari alam gaib tsb merasa dilecehkan. Mereka menuntut penghormatan yang setara dengan jasa mereka sebagai penabur intan yang tentunya identik dengan status sebagai pemberi rezeki.
MENYALAKAN API
Menyalakan api tabu dilakukan di lokasi pendulangan intan, karena kulit tubuh para gadis dari alam gaib tsb sangat sensitif dengan api. Maklumlah, sebagai makhluk berjenis jin tubuh mereka diciptakan Tuhan dari api.
MEMBAWA AYAM
Membawa ayam tabu dilakukan di lokasi pendulangan intan karena para gadis dari alam gaib sangat alergi dengan ayam. Bagi mereka ayam merupakan binatang yang sangat menakutkan. Sama seperti halnya tikus bagi sebagian besar
kaum wanita dari kalangan manusia.
MELENGGAK-LENGGOKKAN BADAN
Melenggang-lenggokkan badan dengan gerakan yang tidak karuan (tidak senonoh) tabu dilakukan di lokasi pendulangan intan karena para gadis dari alam gaib merasa dilecehkan dengan perbuatan itu. Mereka menuntut penghormatan yang setara dengan jasa mereka sebagai penabur intan yang tentunya identik dengan status sebagai pemberi rezeki.
BERPAKAIAN SEKSI
Berpakaian seksi yang dapat merangsang nafsi birahi lawan jenis tabu dilakukan di lokasi pendulangan intan karena para gadis dari alam gaib merasa dilecehkan dengan perbuatan itu. Mereka menuntut penghormatan yang setara dengan jasa mereka sebagai penabur intan yang tentunya identik dengan status sebagai pemberi rezeki.
MENUNJUK-NUNJUK SESUATU
Menunjuk sesuatu dengan jari telunjuk tabu dilakukan di lokasi pendulangan intan. Segala sesuatu yang ada di lokasi pendulangan intan harus ditunjuk dengan menggunakan jari jempol.
Hal ini berkaitan dengan etika kesopanan. Konon, para gadis dari alam gaib yang bertugas sebagai penabur intan tidak suka melihat orang menunjuk-nunjuk dengan jari telunjuknya. Orang seperti itu dinilai sebagai orang sombong yang tidak tahu etika sopan santun.
MAKAN NASI
Memakan nasi di dalam lubang pendulangan tabu dilakukan di lokasi pendulangan intan. Kegiatan makan siang harus dilakukan jauh dari lubang pendulangan, karena dikhawatirkan ada remah nasi yang tanpa sengaja masuk ke dalam lubang pendulangan.
Para gadis dari alam gaib itu konon sangat benci dengan nasi. Hal ini berkaitan dengan trauma masa purba sebagaimana yang diceritakan dalam sebuah legenda.
Pada zaman dahulu kala padi dan intan pernah bersaing dalam merebut perhatian manusia. Ternyata manusia ketika itu memilih padi dan mengesampingkan intan.
Sejak itu intan melesak jauh ke dalam perut bumi sehingga sulit sekali dicari. Intan baru dapat diperoleh jika ada orang gaib bawah tanah berkenan membawakannya dari dalam perut bumi ke atas permukaan bumi.
MENGGALI LUBANG PENDULANGAN DI AREAL PERSAWAHAN
Masih berkaitan dengan legenda purba di atas, seorang pendulang intan juga ditabukan menggali lubang pendulangan di areal persawahan.
Begitu tabu itu dilanggar, maka areal persawahan itu akan berubah menjadi tanah walang (mandul) yang tidak dapat lagi ditanami padi.
BERSIN
Bersin di lubang pendulangan. Hal ini tabu dilakukan karena para gadis dari alam gaib akan terkejut mendengarnya dan mereka akan langsung pulang kembali ke alam bawah tanah tempatnya bermukim selama ini.
KENTUT
Kentut di lubang pendulangan. Hal ini ditabukan karena para gadis dari alam gaib sangat sensitif dengan bunyi kentut dan bau busuk yang menyebar setelah itu.
Sesungguhnya, tidak hanya para gadis dari alam gaib saja yang sensitif dengan bau kentut. Para gadis dari alam nyata juga tidak kalah sensitifnya jika mencium bau kentut beraroma telur asin, jengkol, petai, iwak wadi, atau pakasam.
Tidak percaya?
Silakan dicoba.
MAKAN JENGKOL ATAU PETAI
Masih berkaitan dengan bau busuk, para pendulang intan juga ditabukan untuk makan nasi dengan lalapan atau lauk pauk berupa telur asin, jengkol, petai. iwak wadi, dan pakasam.
Dapat dipastikan mulut yang bersangkutan akan menyebarkan bau busuk yang menusuk hidung jika nekad makan nasi dengan lalapan atau lauk pauk yang disebutkan di atas.
Para gadis dari alam gaib diikhawatirkan tidak akan sanggup bertahan lama jika bau busuk bertebaran di seantero lokasi pendulangan intan
GULAI BUMBU BALI
Selain ditabukan makan berlalap dan berlauk telur asin, jengkol, petai, iwak wadi, atau pakasam. Seorang pendulang intan juga ditabukan membawa lauk pauk yang digulai dengan bumbu Bali yang identik dengan lombok merah (bahasa Banjar, masak habang).
Konon para gadis dari alam gaib sangat takut dengan darah. Mereka mengira semua yang berwarna merah sudah pasti adalah darah
BERKELAHI
Berkelahi di pendulangan intan, apalagi sampai menumpahkan darah sangat tabu dilakukan di pendulangan intan. Para gadis dari alam gaib itu sangat takut menyaksikan orang berkelahi.
.
MENSTRUASI
Masih berkaitan dengan darah. Wanita yang sedang mensturasi ditabukan untuk berada di lokasi pendulangan intan. Bagi para gadis dari alam gaib itu, lokasi pendulangan itu adalah tempat suci yang tidak boleh dinodai dengan segala sesuatu yang berbau darah.
KENCING, BERAK, DAN MELUDAH
Jika bersin dan kentut saja ditabukan, maka sudah barang tentu kencing, berak, dan meludah di dalam lubang pendulangan jauh lebih tabu lagi. Hal ini berkaitan dengan pandangan bahwa lokasi pendulangan intan merupakan tempat yang harus selalu dijaga kesuciannya.
MENGIBAS-NGIBASKAN PAKAIAN
Mengibas-ngibaskan pakaian. Hal ini ditabukan karena perbuatan dimaksud bisa disalah-tafsirkan oleh para gadis dari alam gaib sebagai isyarat pengusiran.
MENYENTUHKAN RAMBUT PADA ALAT KERJA
Menyentuhkan rambut dengan sengaja pada semua alat kerja mendulang intan, terutama sekali linggangan sangat ditabukan, karena hal itu dianggap merusak kesucian alat-alat kerja untuk mendulang intan..
MENGUCAPKAN KATA INTAN
Mengucapkan kata intan selama berada di lokasi pendulangan intan. Kata ganti untuk itu adalah galuh. Konon, para gadis dari alam gaib sangat marah mendengar ada orang yang berani menyebut kata intan tanpa tedeng aling-aling.
Hal itu dianggap melanggar etika kesopanan. Sama tidak sopannya dengan seorang anak yang begitu berani memanggil orang lain yang usianya lebih tua dengan cara langsung menyebut namanya tanpa embel-embel sama sekali (bahasa Banjar, basisi).
MENGUCAPKAN KATA-KATA JOROK
Mengucapkan kata-kata jorok yang berkonotasi pada alat perkelaminan (porno) sangat tabu dilakukan di lokasi pendulangan intan. Sama tabunya dengan mengucapkan kata intan. Hal ini berkaitan dengan etika kesopanan. Para gadis dari alam gaib itu akan merasa dilecehkan jika ada pendulang intan yang mengucapkannya dengan sengaja.
MENGUCAPKAN KATA-KATA TERTENTU
Selain kata intan dan kata-kata berkonotasi porno, masih ada sejumlah kata lain yang juga tabu untuk diucapkan dan harus harus diganti dengan kata lain.
Contoh, bulik (bahasa Banjar, artinya pulang harus diganti dengan mara). Dapat (bahasa Banjar, artinya memperoleh diganti dengan pakulih). Hujan (runtuh). Makan (muat). Nasi (biji). Sial (licung). Tulak (bahasa Banjar artinya pergi, harus diganti menjadi para). Turun (bahasa Banjar, artinya masuk ke dalam lubang galian, harus diganti menjadi mara), dan ular (akar).
Naskah ini dan sejumlah naskah lain akan dikumpulkan dalam buku berjudul Tragedi Intan Trisakti oleh Rumah Pustakan Folklor Banjart
Tidak ada komentar:
Posting Komentar