Oleh Tajuddin Noor Ganie, M.Pd
Mantan Pendulang Intan 1975-1979
Pekerjaaan sebagai pendulang intan di Kecamatan Cempaka, Kota Banjarbaru, Kalsel, sekarang ini sudah tidak lagi menjanjikan seperti yang berlaku pada kurun waktu 1960-1979. Ketika itu, para pendulang intan dapat dengan mudah menemukan intan di berbagai lokasi pendulangan intan yang ada di daerah Kalsel.
Hanya dengan menggali lubang pendulangan sedalam 1-2 meter saja para pendulang intan sudah dapat mengeruk batu dulangan yang dicarinya. Batu dulangan adalah batu yang diduga mengandung intan, yakni batu kerikil yang masih bercampur dengan tanah liat (gravel).
Dulu, tidak ada cerita lubang pendulangan yang kosong melompong tanpa kandungan intan sama sekali. Konon, di dalam setiap tumpukan batu dulangan dengan ukuran satu meter kubik persegi pasti terselip kandungan intan antara 1-5 butir dengan ukuran besar antara 1-5 karat.
Pada masa sekarang ini tidak ada lagi lubang pendulangan yang kedalamannya cuma 1-2 meter tanpa sumber air sama sekali. Lubang pendulangan yang paling dangkal sekarang ini adalah 5 meter dengan sumber air yang cukup deras (luang dalam babanyu).
Dulu, karena kedalamannya cuma 1-2 meter dengan kondisi lubang tidak berair (luang surut kada babanyu), maka sebuah lubang pendulangan dapat saja dikerjakan oleh sekelompok pendulang intan dengan jumlah anggota antara 2-6 orang saja.
Sekarang, karena kedalamannya minimal 5 meter dengan kondisi lubang berair, maka sebuah lubang pendulangan harus dikerjakan oleh sekelompok pendulang intan dengan jumlah anggota antara 15-30 orang.
Pekerjaan sebagai pendulang intan sekarang ini tidak bisa lagi dilakukan secara amatiran seperti dulu, tetapi harus dikerjakan secara profesional oleh sebuah kelompok pendulang intan. Selain itu, di dalam setiap kelompok pendulang intan sekarang ini harus ada seorang atau beberapa orang patron yang bertindak sebagai penyandang dana operasionalnya.
Bila intan yang dicari-cari tidak kunjung diperoleh dalam tempo berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun, maka kelompok pendulang intan itu akan bubar dengan sendirinya, karena patron yang menjadi penyandang dananya akan jatuh bangkrut persis seperti bandar judi yang jatuh miskin karena kalah berjudi.
Pekerjaan mendulang intan sekarang ini sudah identik dengan pekerjaan yang sangat tinggi risikonya. Para pendulang intan sekarang ini harus berani berspekulasi pada tingkat yang paling ekstrim seperti halnya para penjudi kelas kakap yang berani mempertaruhkan segalanya tanpa pikir panjang.
Tidak hanya risiko finansial yang harus ditanggung oleh para pendulang intan sekarang ini, tetapi juga risiko kecelakaan kerja. Menurut catatan, selama kurun waktu 2005-2008 telah terjadi 17 kali kecelakaan kerja dengan jumlah korban 33 orang pendulang intan tewas secara mengenaskan.
Selain risiko kekurangan oksigen, para pendulang intan itu juga menghadapi risiko tertimbun tanah longsor. Paling akhir terjadi kecelakaan kerja tanah logsor dengan jumlah korban 3 orang tewas dan 1 orang luka parah (3 September 2008).
Lubang pendulangan intan sedalam 5-25 meter merupakan tempat kerja yang sangat riskan bagi para pendulang intan. Lubang yang berair dan konstruksi tanah yang labil (tidak padat menyatu tetapi longgar dan lembek) sangat mudah longsor.
Situasi buruk ini semakin diperparah lagi dengan adanya getaran pada tanah permukaan yang berasal dari getaran yang ditimbulkan oleh mesin diesel penyedot air yang beroperasi secara bersamaan dalam jumlah ratusan buah di sebuah lokasi pendulangan intan.
Sungguhpun demikian, para pendulang intan yang sedang mengadu nasib di berbagai lokasi pendulangan intan di Kecamatan Cempaka, Kota Banjarbaru Kalsel, masih tetap bersemangat menekuni pekerjaan turun temurun yang berisiko tinggi dan sangat spekulatif ini.
Mereka pada umumnya enggan beralih profesi, karena hanya itulah pekerjaan yang secara psikologis dapat mereka kerjakan dengan senang hati. Mereka dapat saja beralih profesi sebagai pekerja kasar di sektor lain, tetapi mereka tidak memilihnya sebagai profesi baru, karena pekerjaan itu sama sekali tidak menyenangkan mereka secara psikologis.
Berkaitan dengan masalah kematian akibat kecelakaan kerja, para pendulang intan pada umumnya bersikap tak peduli. Mereka berpendapat maut tidaklah memilih tempat, jika memang sudah nasib seorang pendulang intan bisa mati di mana saja. Tidak hanya di dalam lubang pendulangan akibat tertimbun tanah longsor, tetapi juga bisa terjadi di atas kasur empuk hotel berbintang lima ketika sedang menikmati uang hasil penjualan intan temuannya sebesar telur burung puyuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar